sorotonline.com – Dimasa pandemi yang sudah berlangsung lebih dari setengah tahun, tidak semua siswa bisa melaksanakan pembelajaran dalam jaringan (daring) hal itu dikarenakan minimnya pasilitas pendukung yang ada.
Seperti halnya di wilayah pedalaman Kalimantan, tepatnya di Desa Sunge Batu, Kecamatan Paser Belengkong, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, di desa tersebut sejumlah siswa tak dapat mengakses jaringan internet serta minimnya pasilitas lainnya.
Meski demikian, para guru yang mengajar di SDN 024 dan SMPN 8 yang merupakan sekolah Satu Atap di desa itu tetap menjalankan tugasnya melalui pembelajaran luar jaringan (Luring) dengan cara mendatangi ke rumah siswa, sungguh perjuangan yang luar biasa.
Pengabdian yang bisa menginspirasi banyak orang dalam melaksanakan tugas yang tanpa patah semangat itu, ditulis di akun Facebook @Wuryanti AJr pada Selasa (17/11/2020) di sertai unggahan video berdurasi 10 menit.
Bagi saya setiap perjalanan adalah pembelajaran.
Saya Wuryanti, salah satu guru Sekolah Satu Atap desa terpencil yang berada di kecamatan Paser Belengkong, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
Minimnya akses internet, listrik, telepon pintar ataupun laptop di desa saya mengajar membuat saya dan rekan rekan guru yang lain tidak bisa melakukan pembelajaran secara daring di masa pandemi ini.
Perjalanan kurang lebih 50 km yang biasanya kami tempuh sampai di sekolah, kali ini berbeda.
Di masa pandemi ini kami harus berkunjung ke rumah rumah untuk memberikan pembelajaran kepada anak didik kami.
Selalu ada berbagai macam kendala untuk sampai kerumah rumah anak didik kami, namun itu semua tidak menyurutkan niat kami untuk berbagi sedikit ilmu yang kami miliki,sebagai bekal masa depan mereka.
.
.
.
#hgn2020
#lombaguruheroik
@dd_pendidikan
@lembagabeasiswabaznas
Pemilik akun tersebut bernama Wuryanti (32) seorang guru honorer di SDN 024 dan SMPN 8 sekolah Satu Atap di Desa Sunge Batu. Saat ditemui sorotonline.com, Jumat (20/11/2020) Wuryanti mengaku mulai mengabdi di sekolah Satu Atap itu tahun 2017 lalu.
Selama dua bulan diawal pengabdiannya ia mengaku hampir menyerah lantaran jarak tempuh dari rumahnya di Desa Suatang Baru, Kecamatan Paser Belengkong menuju ke sekolah cukup jauh, yakni 50 kilometer.
Namun karena kegigihan didorong semangat yang tinggi serta rasa cinta dan sayangnya terhadap anak didik, kata menyerah pun disingkirkan. Meski jalan yang ditempuh cukup jauh ditambah kondisinya banyak yang rusak dan licin saat hujan, Wuryanti kini tak pernah menyerah dengan semua rintangan itu.
“Dari 50 kilo (kilometer) itu sekitar 30 yang rusak, seperti di video itu kondisinya, dan ditempuh dengan waktu sekitar satu jam setengah, karena jauh dan lama saya berangkat ke sekolah setengah enam pagi,” kata Wuryanti. (rsd)
Semangat ibu guru.. jasamu sangat besar untuk anak negri