SOROT – Hidup dengan keterbatasan penglihatan bagi penyandang tunanetra memang tidak mudah dan butuh banyak proses dalam menyesuaikan diri, perlu beberapa langkah adaptasi dilakukan agar dapat hidup mandiri dan bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya.
Namun bagi Ridwan (52) seorang penyandang tunanetra yang hidup seorang diri di sebuah rumah berukuran sedang di Desa Jone, Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kaltim, keterbatasan itu tak menghalangi dirinya beraktivitas.
“Untuk melakukan kegiatan di rumah, saya harus meraba dan mengandalkan ingatan,” kata Ridwan, Rabu (9/9/2020) saat ditemui di kediamannya dan mengaku baru saja selesai mencuci pakaian.
Baginya posisi benda atau perabot rumah tangga harus ia hapal, hal itu untuk memudahkan diambil saat ingin digunakan, pun sebaliknya jika sering berpindah tempat maka akan mendapatkan kesulitan untuk ditemukan.
“Barang-barang yang ada di rumah harus tau dan hapal tempatnya biar gampang diambil, tapi kalau sudah dipindahkan orang atau teman repot lagi aku nyari, seperti kemarin teman nyimpan gelas sembarangan, aku senggol pecah,” ujarnya.
Saat berjalan didalam rumah untuk menuju suatu ruangan, Ridwan terbiasa dengan cara meraba menyusuri dinding, sementara untuk diluar rumah menggunakan tongkat sebagai alat bantu berjalan.
“Di rumah pegang dinding aja kalau mau ke dapur atau ke kamar mandi, tapi kalau diluar saya pakai tongkat kalau jalan,” ucapnya.
Selain melakukan rutinitas di rumah, pria yang berstatus Pegawai Negeri Sipil ( PNS) ini juga mampu mengoperasikan smartphone versi Android, bahkan Ridwan langsung memperagakan penggunaannya.
“Ada aplikasi khusus yang digunakan untuk mengoperasikan telpon ini, tapi perlu waktu juga belajar untuk memahami penggunaannya. Alhamdulillah berkat kemajuan teknologi kita sangat terbantu,” terangnya.
Ridwan berharap utamanya kepada disabilitas untuk terus belajar dan berusaha, agar ditengah keterbatasan yang dimiliki tidak jadi penghalang untuk beraktivitas. “Mari kita terus belajar, Insyaallah bisa,” katanya.
Kebutaan yang dialami Ridwan bukanlah bawaan sejak lahir, tapi diawali terjadinya kecelakaan kerja tahun 2001 disalah satu peternakan ayam di Kota Tarakan, Kalimantan Utara.
“Dulu di Tarakan saya bekerja di THM (Taman Hiburan Masyarakat) dan bekerja juga di peternakan ayam, saat menimbang ayam pakai dacin (timbangan) bahari tiba-tiba membanting ke mata,” terangnya.
Setelah kejadian Ridwan melakukan pengobatan ke rumah sakit dan berbagai pengobatan lainnya, dan kondisi matanya saat itu dapat melihat. Di tahun 2005 ia diterima sebagai PNS di Kota Tarakan sambil menuntut ilmu di perguruan tinggi.
“Setelah kejadian itu saya masih bisa melihat, sampai cek kondisi kesehatan di rumah sakit semuanya juga tidak ada masalah, semua keadaan baik dan normal. Kemudian pada tahun 2008 mulai parah penglihatan dan waktu juga masih kuliah, sempat terasa gelap saat naik motor dan hampir nabrak waktu itu,”
Dengan kondisi seperti itu, Ridwan terus berusaha berobat ke rumah sakit, hingga menghabiskan tidak sedikit biaya. Namun usaha dilakukan belum juga membuahkan hasil yang diharapkannya.
“Saya terus berusaha berobat, waktu masih tugas di Tarakan saya berobat disana, setelah saya minta mutasi ke Paser 2010 saya mulai berobat ke Balikpapan, tapi mata belum ada perubahan juga, sekarang sudah tidak berobat lagi,” paparnya. (rsd)