SOROTONLINE.COM – Berawal dari suka ngemil, hingga mencoba membuat kerupuk kelor, itulah pengakuan Eva Sasmitosari saat berbincang dengan sorotonline.com, Kamis (14/1/2020) di Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kaltim.
Ketika pertama kali membuat, Ibu cantik 5 anak ini mengaku gagal dalam proses membuatan kerupuk kelor. Meski diakuinya rumit cara membuat ia tak lantas menyerah, karena prinsipnya kegagalan bukan berarti tidak bisa.
“Awalnya sempat gagal, karena membuat kerupuk kelor harus ada perlakuan khusus, utamanya dan proses penjemuran harus kering diatas 60 persen dalam sehari jika tidak maka akan berdampak pada kwalitas,” kata Eva.
“Kalau misalnya hanya 30 persen terus besok lagi baru dijemur ya timbul jamur, dan jamur itu nanti kalau digoreng menghitam, dan juga terasa ada pahitnya,” tambahnya.
Jika cuaca tidak bersahabat ia kwartir proses pengeringan sehari tidak mencapai 60 persen sehingga bisa menimbulkan kerugian. Untuk menghindari hal itu langkah lain yang bisa dilakukan yakni melalui proses oven.
“Alternatifnya sebenarnya ada, yaitu menggunakan oven, tapi saya gak punya dan harganya cukup mahal. Harapannya ya semoga bisa dibantu sama pemerintah,” ujarnya.
Meski belum bisa maksimal memproduksi karena terkendala pengeringan, namun dari sisi pemasaran kerupuk rasa gurih dan renyah tersebut sudah merambah ke beberapa daerah.
“Sudah pernah dipasarkan keluar daerah seperti Jawa Tengah dan Banjarmasin, mereka senang dan bahkan pesan kembali tapi belum bisa layani kembali karena sementara ini vakum, ya ada beberapa kendala,” tuturnya.
Kerupuk olahannya, selain tidak menggunakan bahan pengawet juga bisa bertahan lama tanpa berubah rasa atau rusak, dan tentu sangat cocok sebagai oleh-oleh buat keluarga, sahabat dan lainnya.
“Kita buat ini tanpa pengawet, bahannya hanya tepung beras, daun kelor, bawang putih, garam dan beberapa bahan lainnya. Ini juga bisa disimpan sampai 9 bulan,” ungkapnya.
Kedepannya jika usaha itu sudah maju ia menaruh harapan agar dikelola oleh PKK atau kelompok, dan menjadikan kerupuk kelor tersebut sebagai khas dari Desa Kendarom, Kecamatan Kuaro.
Harapan saya kerupuk kelor itu khas dari desa bukan diri saya pribadi, kalau memang sudah ada alat itu (open) dan hasilnya bisa maksimal saya hanya ingin membina,” tuturnya.
Selain mengembangkan kerupuk kelor untuk dijadikan sebagai khas dari Desa Kendarom ternyata wanita cantik kelahiran 1985 ini juga sebagai ketua Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna Desa (Posyantekdes).
Melalui Posyantekdes desa itu, ia membuat sebuah Bank Sampah sebagai wadah untuk menampung sampah-sampah yang masih bernilai ekonomis, upaya itu tak sia-sia terbukti dengan banyaknya warga menjadi nasabah.
“Jadi yang punya sampah dipilah dulu, yang baja sendiri yang plastik sendiri baru dibawa ke Bank Sampah, dari Bank Sampah terserah mereka mau ditabungkah atau memang cash,” terangnya.
Namun dari mereka banyak memilih menabung dan tabungan tersebut ditukarkan atau dikonversi ke emas. Dengan adanya Banyak Sampah di desa itu maka sampah bernilai ekonomis tak lagi dibuang percuma.
Tak hanya itu, perempuan satu ini memang tak berhenti berbuat hal positif, lewat inovasinya ia juga membuat mesin pemotong rumput yang dirancang bisa digunakan oleh orang-orang yang tenaganya tidak maksimal lagi.
“Saya coba membuat inovasi mesin pemotong rumput yang bisa digunakan oleh orang yang kita anggap sudah gak kuat lagi dari sisi tenaga. Caranya untuk memotong rumput cukup didorong, jadi gak harus diangkat mesinnya.
Dari semangatnya yang selalu ingin berbuat dan berguna untuk orang lain, tak heran jika sejumlah warga di desa itu mengharapkan agar dirinya maju dalam Pemilihan Kepala Desa ( Pilkades) yang akan datang.
“Alhamdulillah banyak sih warga yang menginginkan saya ikut dalam Pilkades, tapi saya ini kan gak punya duit, ya nantilah kita liat gemana kedepannya, yang penting sekarang mari kita berbuat yang terbaik dan bersyukur,” terangnya. (rsd)