Tunggakan Tagihan Iuran Peserta PBPU BPJS Kesehatan di Paser Capai Rp 12,5 Miliar

465

SOROT – Di masa Pandemi COVID-19, tunggakan tagihan pembayaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan di Kabupaten Paser terus meningkat. Setidaknya ada sekitar Rp 12,5 miliar iuran pembayaran yang belum dibayar oleh peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) BPJS Kesehatan.

“Akhir 2019 kemarin baru sekitar Rp 9 Miliar, sedangkan dari Januari sampai bulan tujuh ini tagihannya meningkat sampai Rp 12,5 miliar. Ini khusus Kabupaten Paser,” kata Kepala BPJS Kesehatan Paser Noormini, Selasa (28/7/2020) di Tanah Grogot.

Terkait tunggakan pembayaran tersebut, BPJS Kesehatan memiliki program rileksasi iuran, peserta yang menunggak pembayaran lebih dari enam bulan bisa mengajukan rileksasi iuran sesuai dengan Perpres Nomor 64 Tahun 2020.

“Selama COVID-19 sesuai Perpres Nomor 64 Tahun 2020 bisa diberlakukan rileksasi iuran, misalnya tunggakan 24 bulan, cukup hanya membayar enam bulan maka kartu aktif kembali,” paparnya.

“Sisanya yang belum dibayar itu dikasih keringanan waktu sampai akhir tahun 2021, artinya tetap dibayar sisanya dengan memberikan kelonggaran waktu yang panjang,” tambahnya.

Beda dengan dulu kata dia, misalnya menunggak 3 tahun atau 36 bulan, yang ditagihkan maksimal 24 bulan, dan jika tidak bisa membayar 24 bulan tersebut maka tidak bisa mengakses layanan kesehatan.

Dikatakan, selain banyaknya tunggakan iuran dari peserta BPJS Kesehatan, dimasa Pandemi ini juga berdampak pada menurunnya keanggotaan baru yang masuk peserta BPJS Kesehatan.

“Selama COVID-19 ini, anggota baru sedikit, jadi turun drastis, beda dengan yang dulu orang sampai antri setiap harinya mau daftar jadi peserta BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Saat ini kata dia, keanggotaan baru per-hari hanya sekitar 20 orang, angka ini jauh berbeda dibanding sebelum Pandemi, angka perharinya rata-rata 100 orang. Ia memperkirakan mendaftar baru saat ini hanya karena sedang membutuhkan pelayanan kesehatan.

“Peserta baru sedikit, mungkin yang mendaftar sekarang ini lagi membutuhkan layanan kesehatan, beda dulu saat situasi normal, banyak yang daftar karena kesadaran sendiri pentingnya jaminan kesehatan,” terangnya.

Lebih lanjut Noormini juga menjelaskan, banyak peserta BPJS Kesehatan pindah atau turun kelas, semula berada di kelas satu kemudian beralih ke kelas tiga, dan akses pindah kelas itu bisa dilakukan hanya melalui sebuah aplikasi.

Aplikasi tersebut bernama Mobile JKN yang dapat diunduh di Play Store, Aplikasi ini dirilis 17 April 2016 dan hingga saat ini sudah di download sebanyak 10 juta lebih pengguna.

“Peserta yang mau turun kelas bisa lewat handphone-nya sendiri melalui aplikasi itu, jadi tanpa harus datang ke Kantor BPJS Kesehatan, dan ini juga untuk menghindari penyebaran COVID-19,” ungkapnya.

Terkait seringnya muncul pertanyaan di medsos, apakah BPJS Kesehatan menanggung biaya rapid test jika peserta meminta secara mandiri? mengenai hal tersebut Noormini mengatakan, COVID-19 ini masuk kategori kejadian luar biasa (KLB)

“Sesuai Peraturan Presiden untuk kejadian luar biasa tidak dijamin oleh JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), siapa yang jamin? yaitu pemerintah. Kalau untuk rapid secara mandiri, tentu harus dibayar sendiri,” ungkapnya.

Dijelaskan, dalam penanganan COVID-19, BPJS Kesehatan hanya sebagai tim verifikasi, pembayaran Penanganan COVID-19 tetap melalui Kementerian Kesehatan.

“Jadi klaim yang diajukan oleh rumah sakit itu masuk dulu ke BPJS Kesehatan, kami periksa kami verifikasi lolos, kita kirimkan ke Kemenkes dan Kemenkes yang bayar ke rumah sakit,” pungkasnya. (rsd)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.